Rabu, 17 Juli 2013

True Love

Dia tersenyum namun hatinya bermandikan pilu
Sakitnya meradang ketika setetes darah jatuh dari siku mungilku
Dia menjadi pertama dan terakhir
Ketika aku menutup mata dan terjaga
Kenikmatan dan kepuasanku adalah bahagianya
Walau sisa menjadi miliknya
Tak pernah aku dengar keluh bosan dari bibir tuanya
Ketika dunia luar menjadi karibku
Tembok pemisah aku dirikan
Keakuanku menendang dia dari mimpi dan hariku
Ketika dunia seolah menolak aku
Aku menangis, sakit
Tak pernah aku sadari
Dialah yang pertama menangis untukku
Dia menangis jauh lebih pilu
Dia sakit jauh lebih menganga perih
Bahkan dia berdarah nanah
Ketika melihatku suri tersayat dunia di balik pintu itu
Seolah orang yang selama ini aku abaikan
Adalah dia yang selalu tanpa pamrih mencintaiku
Orang yang selama ini akau hindari
Adalah dia yang begitu rindu pelukan kecilku
Peluh darah untuk membahagiakanku tak pernah cukup
Untuk membuatku mengerti betapa besar kasih tulusnya untukku
Bebal! Sungguh buta!
Selalu menutup hati untuknya
Sekarang uban menjadi bagian masanya
Dipan reyot serasa merekat pada tubuh ringkihnya
Hari menggrogoti usianya
Sakitku akan dunia tak sebanding ketika melihat senyumnya memudar bisu tanpa daya
Air mata yang membasuh kakinya
Tak bisa membayar pengorbanannya
Sungguh aku mau menukar hariku
Atau apapun itu asalkan kecilku terulanghanya untuk memeluk dan menciumnya setiap harilalu berkata, “aku mencintaimu.”
Untuk wanita terhebat yang telah menjagaku dengan penuh cinta, ibu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar